KAJIAN PEMANFAATAN
SATELIT PENGINDERAAN JAUH
GUNA MENDUKUNG OPERASI
MILITER
DALAM RANGKA MENEGAKKAN KEDAULATAN NKRI
BAB I
PENDAHULUAN
1. Umum
a.
Tugas
pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan
bangsa dan Negara[1].
Dalam melaksanakan tugasnya, TNI harus mencermati perkembangan ancaman yang terjadi. Dimana pada saat ini ancaman bagi kedaulatan Negara tidak hanya ditimbulkan oleh ancaman yang bersifat tradisional yaitu kekuatan militer negara lain, tetapi juga bersifat non tradisional[2]. Ancaman tersebut berupa pelanggaran wilayah dan transnational crime yang terdiri dari terorisme, pembajakan, perompakan, pencemaran ekosistem laut, arms smuggling, drug trafficking, illegal immigrants, illegal fishing, illegal logging maupun illegal minning yang akan sangat berpengaruh terhadap kedaulatan suatu negara. Untuk itu diharapkan dengan keterbatasan yang dimilikinya, TNI masih dapat melaksanakan tugas pokoknya dengan baik.
Dalam melaksanakan tugasnya, TNI harus mencermati perkembangan ancaman yang terjadi. Dimana pada saat ini ancaman bagi kedaulatan Negara tidak hanya ditimbulkan oleh ancaman yang bersifat tradisional yaitu kekuatan militer negara lain, tetapi juga bersifat non tradisional[2]. Ancaman tersebut berupa pelanggaran wilayah dan transnational crime yang terdiri dari terorisme, pembajakan, perompakan, pencemaran ekosistem laut, arms smuggling, drug trafficking, illegal immigrants, illegal fishing, illegal logging maupun illegal minning yang akan sangat berpengaruh terhadap kedaulatan suatu negara. Untuk itu diharapkan dengan keterbatasan yang dimilikinya, TNI masih dapat melaksanakan tugas pokoknya dengan baik.
b. Dalam menjalankan tugas pokok tersebut,
TNI melakukan operasi militer perang (OMP) dan operasi militer selain perang
(OMSP)[3]. Saat ini, untuk mengumpulkan data-data yang
diperlukan untuk mendukung operasinya terutama data wilayah/area tertentu, TNI
masih menggunakan cara konvensional yaitu menggunakan teknologi pemotretan
dengan pesawat pengintai atau memanfaatkan peta topografi. Teknologi ini dinilai mempunyai banyak
kelemahan, dimana data-data yang terkumpul dirasakan kurang lengkap dan
akurat. Perkembangan teknologi
satelit penginderaan jauh (inderaja) membuka peluang untuk mengembangkan suatu
taktik militer, terutama untuk pengumpulan data-data yang diperlukan dalam
suatu operasi militer, dimana data yang terkumpul lebih lengkap dan akurat
dibandingkan dengan teknologi yang lama.
Selain itu, teknologi satelit inderaja ini juga dapat digunakan untuk
keperluan pengamatan dan pengintaian dalam rangka mendeteksi pelanggaran
wilayah yang dilakukan oleh pihak asing.
c. Pada
saat ini, penggunaan satelit di lingkungan TNI masih sangat terbatas dan baru
digunakan untuk mendukung keperluan komunikasi dan navigasi. Untuk kepentingan komunikasi, satelit yang
digunakan meliputi PALAPA C-1
dan C-2 dan yang terbaru satelit GARUDA I yang merupakan satelit canggih yang
mampu me-relay percakapan 11.000
telepon seluler dengan liputan yang sangat luas. Sedangkan untuk kepentingan navigasi, satelit
yang digunakan kebanyakan memanfaatkan satelit GPS. Substansi permasalahan yang dihadapi
dalam pemanfaatan teknologi satelit ini adalah belum dimanfaatkannya teknologi
ini secara maksimal terutama kemampuan penginderaan jauhnya untuk mendukung
operasi militer yang dilakukan oleh TNI , baik OMP maupun OMSP untuk menegakkan
kedaulatan NKRI. Permasalahan-permasalahan yang menjadi
penyebab utama belum dimanfaatkannya teknologi satelit inderaja adalah karena
adanya faktor internal dari TNI sendiri dan faktor eksternal yang berkaitan
dengan teknologi satelit inderaja tersebut.
Sebagai konsekuensinya, perlu diadakan kajian tentang
pemanfaatan satelit penginderaan jauh guna
mendukung operasi militer dalam rangka menegakkan kedaulatan NKRI, sehingga
dapat diambil suatu langkah antisipatif apabila teknologi tersebut akan
dipergunakan oleh TNI
2. Maksud
dan Tujuan
a. Maksud. Maksud
dari penyusunan naskah kajian ini adalah untuk memberikan gambaran dalam pemanfaatan satelit
penginderaan jauh guna mendukung operasi Militer dalam rangka menegakkan
kedaulatan NKRI.
b. Tujuan.
Adapun tujuannya
adalah sebagai bahan masukan bagi pimpinan dalam pengambilan kebijakan terhadap
pemanfaatan
satelit penginderaan jauh.
3. Metode dan Pendekatan
a. Metode. Metode yang digunakan dalam
penyusunan dan penulisan naskah ini adalah dengan metode penjelasan kualitatif
(exploratory qualitative method)[4][5]
yang secara umum lebih kepada interpretasi, studi kasus, kajian dan analisa dokumen termasuk di
dalamnya analisa beberapa peraturan maupun perundang-undangan terkait. Dengan metode ini, akan lebih jelas
ditemukan persoalan dan potensi pemecahan yang seyogyanya dapat dilakukan dan
akan membantu untuk mengembangkan konsep secara detail[6].
b. Pendekatan. Pendekatan yang digunakan dalam
penyusunan dan penulisan naskah ini adalah dengan pendekatan kesisteman yang
ditinjau berdasarkan literatur yang ada dan ketentuan yang telah diberlakukan
oleh TNI AU dimana analisa, interpretasi, dan kajian dilakukan dengan
sistematis. Data-data yang didapat
hanya diperoleh dari sumber yang terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan.[7]
4. Ruang
Lingkup
dan Tata Urut
a. Ruang Lingkup. Ruang lingkup penyusunan naskah ini dibatasi
pada pengkajian pemanfaatan satelit penginderaan jauh guna mendukung operasi militer dalam rangka menegakkan kedaulatan NKRI
b. Tata
Urut. Penulisan naskah ini disusun
dengan tata urut sebagai berikut:
1) Bab I Pendahuluan
2) Bab II Dasar Pemikiran
3) Bab III Identifikasi Permasalahan
4) Bab IV
Fakta-Fakta
5) Bab V
Kemungkinan Pemecahan Masalah
6) Bab VI Penutup
5. Pengertian. Untuk menyamakan persepsi dan
pemahaman dalam penulisan naskah, berikut ini disampaikan beberapa pengertian yang berkaitan dengan penulisan kajian
ini meliputi pengertian dari satelit, penginderaan jauh, operasi militer, OMP,
OMSP dan kedaulatan yaitu sebagai berikut:
a. Satelit. Satelit
adalah benda yang mengorbit benda lain dengan periode revolusi dan rotasi
tertentu. Ada dua jenis satelit yakni satelit alam
dan satelit buatan[8].
b. Penginderaan Jauh. Penginderaan jauh (remote sensing) adalah satu tehnik untuk melakukan observasi
terhadap permukaan bumi dengan pengambilan citra permukaan bumi dari satelit.
Pengambilan citra ini dilakukan dengan sensor yang dapat melakukan pengukuran
gelombang elektromagnet yang dipancarkan permukaan bumi. Disebut remote sensing karena pengukuran
dilakukan sensor tanpa menyentuh objek yang diukur atau diobservasi[9].
c. Operasi militer. Operasi militer adalah kegiatan
terencana yang dilaksanakan oleh satuan militer dengan sasaran, waktu, tempat,
dan dukungan logistik yang telah ditetapkan sebelumnya melalui perencanaan
terinci. Operasi Militer pada dasarnya
terdiri atas Operasi Militer untuk Perang dan Operasi Militer Selain Perang[10].
d. Operasi Militer Untuk Perang (OMP). OMP adalah segala bentuk pengerahan dan
penggunaan kekuatan TNI, untuk melawan kekuatan militer Negara lain yang
melakukan agresi terhadap Indonesia, dan atau dalam konflik bersenjata dengan
satu negara lain atau lebih, yang didahului dengan adanya pernyataan perang dan
tunduk pada hukum perang internasional[11].
e. Operasi Militer Selain Perang (OMSP). OMSP
adalah Operasi Militer yang dilaksanakan bukan dalam rangka perang dengan
negara lain, tetapi untuk tugas-tugas lain seperti melawan pemberontak
bersenjata, gerakan separatis, tugas mengatasi kejahatan lintas negara, tugas
bantuan kemanusiaan dan tugas perdamaian[12].
f. Kedaulatan. Kedaulatan adalah kekuasaan yang dimiliki
oleh Negara untuk memerintah dirinya atau bangsa lain. Dalam hukum internasional istilah ini
berarti bahwa sesuatu negara diakui oleh Negara-negara lain. Pengakuan itu meliputi hak negara itu
sebagai satu-satunya pemilik yurisdiksi atas wilayah di dalam perbatasan yang
disepakati dan rakyatnya yang tinggal di wilayah itu[13].
g. Aspek Intelijen Tempur. Semua bahan keterangan yang di cari,
dikumpulkan dan diolah untuk kepentingan tempur yang mencakup semua tentang
cuaca, medan, musuh dan keterangan lain secara terbatas[14].
BAB II
DASAR PEMIKIRAN
6. Umum. Pemanfaatan satelit inderaja guna
mendukung operasi militer merupakan suatu alternatif dalam rangka menegakkan
kedaulatan NKRI. Dengan menggunakan
metoda penjelasan kualitatif dan pendekatan kesisteman, maka pengkajian
terhadap pemanfaatan satelit inderaja untuk mendukung kepentingan militer perlu
dilandasi oleh dasar pemikiran. Dasar
pemikiran terdiri dari peraturan perundang-undangan dan teori-teori pendukung yang
memperkuat kajian. Agar pengkajian
terhadap pemanfaatan satelit inderaja untuk kepentingan militer ini mempunyai
dasar pemikiran maka pelaksanaannya haruslah berpedoman kepada dasar hukum yang
ada dan dasar teori serta pendapat para pakar.
7. Dasar Pemikiran. Beberapa
dasar pemikiran yang melandasi pengkajian pemanfaatan satelit inderaja berupa
dasar hukum, dasar teori dan pendapat para pakar, yaitu sebagai berikut :
a. Dasar Hukum. Dasar-dasar hukum yang menjadi dasar pemikiran
penyusunan naskah kajian ini sebagai berikut:
1) Space
Treaty. Treaty on Principles Governing the Activities of
States in the Exploration and Use of Outer Space, Including the Moon and Other
Celestial Bodies 1967.
Ketentuan-ketentuan di dalam Space
Treaty 1967 mengatur tata tertib pengguna ruang angkasa untuk kemanusiaan
dan perdamaian. Space
Treaty 1967 membatasi diri pada prinsip-prinsip yang sifatnya
sangat umum saja. Prinsip-prinsip
ini berusaha
memberi batasan
tentang norma-norma yang berkaitan dengan kegiatan negara-negara bilamana
mereka melakukan eksplorasi atau eksploitasi ruang angkasa, bulan dan
benda-benda langit lainya.[15]
2) Undang-Undang
RI Nomor 16 tahun 2002 tentang pengesahan Space
Treaty. Undang-undang
ini menjelaskan tentang Pengesahan Space
Treaty yaitu Treaty on Principles Governing the
Activities of States in the Exploration and Use of Outer Space, Including the
Moon and Other Celestial Bodies. Undang-undang
Nomor 16 tahun 2002 adalah merupakan keputusan dari Pemerintah dan Legislatif
untuk menyatakan berlakunya Space Treaty ke dalam hukum positif (yang berlaku) Indonesia.
3) Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Didalam Undang-undang no 34 tahun 2004 ini
disebutkan tugas pokok TNI dan bagaimana TNI melaksanakan tugas pokoknya
tersebut, yaitu dilakukan dengan OMP dan OMSP (pada pasal 7 ayat 2). Dalam melaksanakan OMP dan OMSP tersebut
terdapat kegiatan-kegiatan yang memerlukan dukungan data-data maupun informasi
yang dapat dilakukan oleh setelit inderaja, sehingga kemampuan satelit inderaja
ini dapat dioptimalkan untuk mendukung operasi meliter tersebut.
4) Undang-Undang
Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Keterkaitan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 dengan
pembahasan satelit inderaja adalah Undang-undang
Penerbangan mengatur masalah kedaulatan NKRI di ruang udara yang penuh dan complete.
Sehingga terdapat perbedaan cara pandang yaitu untuk wilayah udara
(Undang-Undang Penerbangan) merupakan wilayah kedaulatan sedangkan ruang
angkasa yang diatur dalam Space Treaty 1967
merupakan wilayah kepentingan.
5) Keppres
RI No. 5 tahun 1997 tentang
Pengesahan Convention on Registration of
Objects Launched into Outer Space, 1975. Konvensi ini
mengatur pendaftaran terhadap benda-benda buatan manusia seperti roket,
satelit, stasiun ruang angkasa, pesawat ruang angkasa dan segenap benda-benda
lainnya yang diluncurkan ke ruang angkasa.[16]
6) Keputusan
Kasau No. Kep/3/IV/2007
tanggal 9 April 2007 tentang Doktrin TNI AU Swa Bhuana Paksa. Di dalam Doktrin SBP disebutkan bahwa pembinaan
kekuatan TNI AU
ditujukan pada objek organisasi, personel, materiil fasilitas dan jasa, sistem
dan metode, serta anggaran dalam rangka melaksanakan tugas TNI Angkatan Udara[17]. Pembinaan dalam bidang material dan
fasilitas dapat diarahkan kepada satelit inderaja yang mempunyai kemampuan
dalam membantu menyajikan data-data pendukung operasi udara dalam rangka
melaksanakan tugas TNI AU
b. Dasar Teori. Adapun dasar teori yang menjadi dasar
pemikiran dalam melaksanakan kajian ini
adalah sebagai berikut:
1) Teori Tektonika Lempeng. Teori Tektonika Lempeng
(Plate Tectonics)
adalah teori dalam bidang geologi yang dikembangkan
untuk memberi penjelasan terhadap adanya bukti-bukti pergerakan skala besar
yang dilakukan oleh litosfer (kerak
bumi) [18].
Bagian terluar dari interior bumi
terbentuk dari dua lapisan. Di bagian atas terdapat litosfer yang terdiri atas kerak dan bagian teratas mantel bumi
yang kaku dan padat. Di bawah lapisan litosfer terdapat astenosfer yang berbentuk padat tetapi bisa mengalir seperti cairan
dengan sangat lambat dan dalam skala waktu geologis yang sangat lama karena
viskositas dan kekuatan geser (shear
strength) yang rendah. Lebih
dalam lagi, bagian mantel di bawah astenosfer
sifatnya menjadi lebih kaku lagi. Penyebabnya
bukanlah suhu yang lebih dingin, melainkan tekanan yang tinggi Teori ini menunjukkan adanya pergeseran
permukaan bumi dengan bukti bahwa adanya pergerakan skala besar yang
menyebabkan perubahan bentuk bumi terutama permukaan. Untuk mengetahui perubahan bentuk permukaan
yang menjadi referensi dalam pembuatan peta misalnya, dapat digunakan metode
penginderaan jauh. Teknologi inderaja
dapat memberikan informasi up to date,
multitemporal dan kontinyu, terkait dengan penentuan kedudukan koordinat di
permukaan bumi. Penggunaan citra
satelit inderaja memiliki potensi untuk digunakan dalam pemantauan pergeseran
ini.
2) Dinamika Pantai. Seorang naturalis Amerika Wiliam Beebe
menulis ungkapan : “ Beach is the battle ground of shore.” Interaksi ekosistem lautan dan daratan
disekitar pantai menyebabkan bentukan alami pantai terus menerus mengalami
perubahan hingga mencapai kesetimbangan dinamis (dinamic equilibrium). Wilayah pantai yang dinamis dalam
pengelolaannya menuntut ketersediaan data yang mampu mengikuti kedinamisan wilayah
ini, fenomena perubahan bentukan pantai tersebut dipengaruhi oleh aspek alam
dan kegiatan manusia. Dalam kegiatan
penentuan garis pangkal, fenomena
dinamika pantai menjadi pertimbangan penting. Hal tersebut sesuai dengan pasal 7 ayat 2
UNCLOS (United Nation Convention on the Law of the Sea) 1982 tentang garis
pangkal lurus yaitu ”Untuk pantai dengan kondisi alam sangat tidak tetap, titik-titik
tetap dapat dipilih yang paling jauh menjorok ke laut oleh Negara pantai
tersebut”. Garis pangkal merupakan pertemuan antara
daratan dengan permukaan air rendah. Dinamika
pantai dapat mengakibatkan pergeseran garis pangkal baik secara alami maupun
akibat perbuatan manusia. Sebagai
contoh, dinamika pantai yang terjadi karena proses sedimentasi dimodelkan oleh
Brunn. Pemantauan dinamika pantai dari
pergeseran garis pantai dapat dilaksanakan secara terestris, fotogrametris dan
penginderaan jauh. Penentuan titik pangkal secara terestris
memiliki keterbatasan dalam hal jangkauan pengamatan, metode fotogrametris
memerlukan intepreter yang handal untuk membedakan kenampakan detail garis
pangkal dan merupakan metode yang disarankan untuk dikembangkan karena
informasi titik-titik pangkal yang diperoleh secara visual lebih jelas. Untuk
peta garis pangkal yang merupakan peta skala kecil dapat digunakan metode
penginderaan jauh. Selain itu, untuk
keperluan pemantauan teknologi penginderaan jauh dapat memberikan informasi up to date, multitemporal dan kontinyu. Terkait dengan penentuan kedudukan garis
pangkal, penggunaan citra satelit Landsat ETM memiliki potensi untuk digunakan
dalam penentuan batas laut[19].
3) Teori
Citra Digital. Sekumpulan nilai
piksel yang berupa digital number
dalam bentuk fungsi (x,y), dimana f (x,y) adalah matriks yang mempunyai jumlah
kolom x dan baris y. Dalam teori ini, setiap
citra digital mempunyai resolusi. Resolusi
terdiri dari beberapa jenis yaitu resolusi spasial, resolusi kecemerlangan,
resolusi spektral dan resolusi temporal.
Resolusi temporal hanya dimiliki oleh citra digital dari satelit inderaja,
yaitu menunjukkan interval waktu pengukuran atau pengambilan citra untuk daerah
yang sama[20].
c. Pendapat pakar. Pendapat Bapak Ketut Wikantika, Ketua
Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN) periode 2006-2009 dan Bapak Ing.
Soewarti Hardhienata, Deputi bidang Teknologi Dirgantara, LAPAN dapat dijadikan
sebagai dasar pengkajian ini.
1) Ketut Wikantika. Penginderaan jauh tidak sama dengan
penginderaan jarak jauh. Penginderaan
jauh hanya mengenal istilah ‘secara fisik
tidak melakukan kontak langsung dengan obyek/fenomena bersangkutan’.
Penginderaan jauh tidak mengenal jarak, teknologi inderaja ini sengaja dibuat
dengan tujuan agar sensor tidak bersentuhan langsung dengan objek walaupun dari
jarak dekat sekalipun[21].
2) Ing. Soewarto Hardhienata. Satelit mikro yang disudah diorbitkan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pada awal 2007 lalu, ternyata menunjukkan beberapa hasil rekam foto yang mengejutkan. Tidak hanya bisa digunakan untuk mengetahui pemetaan,juga bisa digunakan untuk pengawasan pertahanan dan keamanan (hankam) wilayah RI. Bahkan, beberapa rekaman gambar menunjukkan proses reklamasi pantai yang dilakukan Singapura. "Meskipun bentuknya kecil, satelit ini bisa kita gunakan untuk kepentingan pertahanan keamanan," kata Deputi Bidang Teknologi Dirgantara Lapan Ing Soewarto Hardhienata[22].
BAB III
IDENTIFIKASI
PERMASALAHAN
8. Umum. Teknologi satelit inderaja mempunyai kemampuan
yang telah banyak dimanfaatkan dalam bidang pembangunan. Kemampuan tersebut meliputi informasi
terestrial dalam bentuk citra yang menggambarkan objek, daerah dan gejala di
permukaan bumi serta merupakan satu-satunya cara untuk pemetaan daerah bencana[23] . Operasi militer yang dilaksanakan oleh TNI
dalam tahap persiapannya memerlukan data-data/informasi pendukung dalam
menyusun perencanaan operasi. Data-data
pendukung operasi tersebut selama ini masih bersumber pada informasi intelijen
yang didapat dari sumber yang konvensional, misalnya dari human intelligent.
9. Identifikasi Permasalahan.
TNI dalam melaksanakan tugas Operasi militer dengan cara OMP dan OMSP.
Informasi/data-data yang diperlukan dalam tahap persiapan OMP antara lain berkaitan dengan Analisa
Daerah Operasi (ADO) dan aspek intelijen tempur yang meliputi penggunaan peta,
kondisi iklim dan cuaca, medan maupun posisi tanda-tanda alam/buatan di permukaan
bumi. Demikan juga dalam pelaksanaan OMSP memerlukan informasi yang akurat
menyangkut monitoring terestrial untuk mengetahui lokasi bencana ataupun
wilayah perbatasan negara. Pada
kenyataannya, TNI belum memanfaatkan kemampuan teknologi satelit inderaja untuk
keperluan operasi militer tersebut. Hal ini karena dipengaruhi oleh adanya faktor
internal dan eksternal, sehingga terdapat beberapa
permasalahan yang dapat diidentifikasi dengan belum dimanfaatkannya teknologi
satelit Inderaja oleh TNI adalah sebagai
berikut :
a. Faktor Internal. Faktor internal adalah faktor dari dalam TNI sendiri, dimana
ada keterbatasan sehingga teknologi tersebut belum dapat dimanfaatkan, keterbatasan
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
1)
Belum
siapnya SDM untuk menangani teknologi satelit
inderaja. Belum ada
personel yang terlatih dan kompeten dalam menangani baik teknis maupun operasional satelit
Inderaja.
2)
Belum
adanya sarana dan prasarana di TNI guna mengoperasikan dan mengolah data yang
diperoleh dari satelit inderaja. TNI belum memiliki sarana prasarana
seperti ground station untuk tujuan pengolahan data.
3) Belum
adanya organisasi atau badan yang nantinya akan menangani dan memproses data yang
diperoleh dari satelit inderaja.
4) Belum
adanya piranti lunak yang mengatur proses penanganan informasi atau data yg
diterima dari satelit inderaja. Belum ada
kebijakan dan prosedur maupun
peraturan-peraturan sebagai pedoman dalam pemanfaatan satelit Inderaja untuk
tujuan operasi militer.
5) Pengadaan
satelit Inderaja bagi kepentingan militer belum menjadi skala prioritas
pemerintah karena
berkaitan dengan keterbatasan dukungan anggaran.
6) Belum ada program riset/penelitian dan
pengembangan dalam TNI yang
mengkhususkan pemanfaatan satelit Inderaja untuk kepentingan militer.
b. Faktor Eksternal. Faktor eksternal
disini adalah berkaitan dengan keterbatasan pengoperasian peralatan satelit
inderaja, diantaranya :
1) Ketergantungan
pada produk impor. Sampai saat ini
Indonesia belum dapat secara mandiri membuat satelit inderaja, yang ada saat
ini adalah kerja sama antara Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional (Lapan) dan Universitas Teknik Berlin (Technische Universität Berlin; TU Berlin), Jerman yang diberi nama satelit Lapan-Tubsat. Teknologi Satelit Inderaja Lapan-Tubsat saat ini
masih perlu modifikasi dan peningkatan kualitas hasil pencitraan untuk dapat
digunakan bagi kepentingan militer
2) Kompleksitas
pembuatan sarana untuk melakukan peluncuran satelit. Untuk meluncurkan satelit inderaja
memerlukan sarana khusus yang hanya dimiliki oleh beberapa negara. Saat ini Indonesia belum mempunyai sarana
tersebut.
3) Pemanfaatan
inderaja untuk kepentingan militer kemungkinan dapat menjadi faktor penghambat
dalam penggunaannya. Hal ini dapat saja
dianggap sebagai suatu ancaman bagi negara tetangga, sehingga tidak menutup kemungkinan
akan ada penolakan terhadap keinginan militer/TNI untuk meluncurkan satelit
inderaja.
4) Untuk menjaga kerahasiaan informasi hasil dari inderaja perlu
perlakuan khusus terhadap data-data hasil citra satelit Inderaja agar tidak disalahgunakan pemanfaatannya.
BAB IV
FAKTA-FAKTA
10. Umum. Produk teknologi Inderaja di bidang
pembangunan semakin dirasakan manfaatnya. Sejalan dengan kemajuan yang dicapai di bidang
teknologi tersebut, sekarang telah memiliki kemampuan menyajikan informasi
spatial (keruangbumian) yang semakin luas dan semakin akurat. Kemampuan
teknologi Satelit Inderaja yang dapat meliput daerah secara luas dalam waktu
singkat serta dilakukan secara periodik, telah menjadikan teknologi ini tidak
saja sekedar pengumpul data/informasi spatial, tetapi juga sebagai sarana
pemantauan dinamika perkembangan wilayah dan sarana/alat guna mengevaluasi
dampak pembangunan terhadap ruang muka bumi.
11. Fakta-fakta. Fakta-fakta atau data pendukung yang
dapat di dijadikan bahan kajian berkaitan dengan pemanfaatan satelit inderaja
antara lain meliputi belum dimanfaatkannya teknologi ini oleh TNI, adanya perubahan/pergeseran
referensi terrestrial dan garis pantai, kemutakhiran dan perkembangan teknologi
satelit Inderaja di Indonesia dan kemampuan SDM.
Adapun pembahasan fakta-faktanya adalah sebagai berikut :
a. TNI
Belum Memanfaatkan Produk Satelit Inderaja. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan
17.504 buah pulau dengan panjang garis pantai sekitar 81.900 Km serta
berbatasan wilayah dengan 10 negara tetangga, tentunya memerlukan perhatian
yang besar untuk mengawal dan menjaga demi tetap tegaknya kedaulatan NKRI. Kenyataannya, TNI memiliki keterbatasan kemampuan
untuk menjaga dan mengamankan wilayah terutama pulau-pulau terluar, sehingga
hal ini rentan atas kerawanan-kerawanan yang dapat mengancam kedaulatan negara,
diantaranya pelanggaran kedaulatan wilayah NKRI, perompakan dan pembajakan di
laut serta pelanggaran di wilayah perbatasan antar negara (pemindahan patok
batas wilayah, dsb). Tugas TNI dalam
kaitannya dengan pengamanan wilayah NKRI belum memanfaatkan teknologi satelit inderaja. Kegiatan-kegiatan pendukung operasi
memerlukan data dasar wilayah berupa Informasi geografi/SDA yang mutakhir
sehingga dalam pelaksanaannya diperoleh hasil guna dan daya guna yang optimal
sesuai dengan kebutuhan sekarang dan dapat mengantisipasi masa yang akan
datang. Kegiatan-kegiatan yang belum
memanfaatkan teknologi satelit inderaja tersebut dapat dilihat pada kegiatan
berikut ini :
1)
Pengumpulan
data Informasi/lntelijen yang berupa disposisi dan dislokasi pasukan musuh, dislokasi
logistik militer musuh, tempat pengintaian atau peninjauan, pendeteksian samaran,
penentukan jalan-jalan pendekat, perlindungan, medan kritis dan rintangan masih
menggunakan data yang berasal dari personel intelijen ataupun dari hasil
pengintaian pesawat pengintai/pengamatan udara
2)
Proses
pembuatan Analisa Daerah Operasi (ADO), pada aspek intelijen tempur terutama untuk mengidentifikasi medan, dropping zone/tempat pendaratan, keadaan
land cover, sumber air dan kondisi
cuaca. masih menggunakan data yang
berasal dari personel intelijen ataupun dari hasil pengintaian pesawat
pengintai/pengamatan udara
3) Peramalan kondisi cuaca, (suhu, awan,
tekanan udara, angin, kelembaban udara, cahaya dan kabut) menggunakan informasi
yang berasal dari instansi Badan Meteorology dan Geofisika (BMG)
4) Pembuatan Laporan Geografi Militer
(LGM) atau Laporan Medan (LM) dan pembuatan peta militer skala besar yang masih
menggunakan referensi data yang lama
5) Pemantauan kondisi wilayah/medan
tempur, kegiatan yang bersifat pembangunan fisik materil seperti TMMD, Operasi
Bakti dan Linmas yang sangat terbatas masih menggunakan pesawat pengintai
dipadukan dengan informasi dari humant
intelligent
6) Pencarian lokasi bencana/kecelakaan untuk
keperluan SAR di darat dan di laut masih mengandalkan helicopter dan kapal
laut.
b. Perubahan/Pergeseran Referensi
Terrestrial dan Garis Pantai. Gambar dibawah ini memperlihatkan
bagaimana perkembangan garis pantai di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa. Peta ini dibuat oleh Prof. Otto Ongkosongo, beliau bekerja di
Lembaga Oceanografi LIPI, yang berkantor di Ancol[24]. Kita perhatikan castle dalam gambar dibawah tersebut. Garis
pantai pada waktu pembangunan Batavia , pada awal abad 17, berada di tepi
pantai. Namun pada tahun 1977 pantainya
berada satu kilometer didepannya (disebelah utara). Kalau diperhatikan detail lagi, ternyata
garis pantai ini pernah menjorok ke tengah laut pada tahun 1912. Kemudian mundur lagi kembali seperti yang kita
lihat pada tahun 1977. Proses maju mundurnya garis pantai ini adalah
proses yang wajar dan normal dalam melihat dinamika pantai. Yang perlu
diperhatikan adalah proses maju mundurnya garis pantai ini bisa mendatangkan
kerugian apabila tidak diantisipasi dengan benar. Terutama jika hal ini terjadi pada
pulau-pulau terluar yang berbatasan dengan negara lain.
c. Kemutakhiran
Teknologi Satelit Penginderaan Jauh.
Beberapa fakta-fakta yang perlu diketahui tentang kemutakhiran satelit
inderaja adalah mengenai kemampuan satelit Inderaja itu sendiri beserta
pemanfaatannya. Produk dari satelit inderaja
semakin dirasakan manfaatnya sejalan dengan kemajuan yang dicapai di bidang
teknologi tersebut. Saat ini teknologi
inderaja telah memiliki kemampuan menyajikan informasi spatial (keruangbumian) yang semakin luas dan semakin akurat. Kemampuan teknologi satelit inderaja yang dapat
meliput daerah secara luas dalam waktu singkat serta dilakukan secara periodik telah
menjadikan teknologi ini tidak saja sekedar pengumpul data/informasi spatial, tetapi juga sebagai sarana
pemantauan dinamika perkembangan wilayah dan sarana/alat guna mengevaluasi dampak pembangunan terhadap
ruang muka bumi. Pemanfaatan teknologi
ini dapat dilihat penerapannya pada bidang-bidang berikut ini [25]:
1)
Bidang Inventarisasi SDA. Potensi
SDA bagi negara sedang berkembang (developing
country) seperti Indonesia belum dapat diketahui secara pasti dan
menyeluruh, terutama untuk daerah luar Jawa yang berpenduduk relatif jarang. Dengan adanya teknologi Inderaja Satelit,
proses inventarisasi SDA tersebut dapat dipercepat. Salah satu kegiatan yang telah hampir
selesai dilaksanakan adalah inventarisasi sumberdaya lahan Nasional (SDLN) yang
diwujudkan dalam bentuk peta tematik RePPProT (Regional Physical Planning Program for Transmigration), proyek
bersama Deptrans PPH, BPN dan Bakosurtanal di era Orba. Daerah dengan potensi
sumberdaya lahan (SDL) yang miskin, namun padat penduduknya diplot sebagai
daerah sumber penyedia transmigran, sedangkan daerah dengan potensi SDL yang
kaya SDA di luar Jawa diplot sebagai daerah tujuan/penerima transmigran. Dalam
peta RePPProT tersebut tergambar pula kondisi vegetasi/tutupan lahan di setiap
daerah. Potensi-potensi SDA yang lain seperti sumberdaya mineral tambang, air
tanah, sumberdaya maritim, dll., semuanya dapat diketahui melalui teknologi
Inderaja.
2)
Bidang Kehutanan, Pertanian,
Perkebunan dan Perikanan. Kemampuan citra Landsat TM dan SPOT/P yang
dihasilkan Multiband Scanner telah
mampu mengidentifikasi jenis-jenis tanaman, kondisi tanaman dan menentukan
jenis tanah serta sifat-sifat tanah lainnya. Bahkan dengan penggunaan Landsat
TM beresolusi tinggi, kematangan tanaman dan ukuran rata-rata pohon di hutan
dapat diketahui. Dengan kemampuan pemantauan Inderaja yang bersifat periodik
dapat diketahui dan dievaluasi perkembangan/perubahan areal tanaman atau
tumbuhan hutan setiap waktu. Sehingga dengan demikian teknologi ini merupakan
sarana pengawasan pembangunan yang efektif dan efisien.
3)
Bidang Perikanan.
Di bidang perikanan, jasa teknologi ini juga dapat dirasakan manfaatnya,
sekalipun tidak langsung. Hal-hal yang diketahui secara langsung adalah kondisi
kekeruhan air, gerakan massa air (arus, panas atau dingin) dan sifat air
lainnya. Dengan mengetahui kondisi air seperti itu dapat diperkirakan di tempat
mana saja terdapat kumpulan ikan jenis tertentu. Para pencuri ikan (illegal fishing) juga menggunakan data
peta/citra hasil teknologi Inderaja Satelit ketika mencuri ikan di perairan
Indonesia. Sehubungan dengan itu, dengan memahami hasil
anaIisis Inderaja di perairan, aparat Keamanan laut dapat memperkirakan
keberadaan para pencuri ikan.
4)
Bidang Pemantauan Bencana Alam.
Sebelum bencana alam terjadi biasanya didahului oleh adanya
gejaIa-gejala tertentu. Contohnya, sebelum gunung api meletus biasanya
didahului oleh adanya peningkatan suhu permukaan bumi di sekitar gunung api
tersebut. Peningkatan panas ini dapat diketahui dari perubahan yang terjadi
pada citra Satelit Inderaja. Bahaya longsoran tanah atau pergeseran tanah pada
umumnya diawali dengan adanya retakan atau rekahan atau patahan bidang tanah
secara vertikal. Gejala demikian dapat diketahui dari hasil analisis citra foto
atau citra radar. Bahaya badai atau angin ribut sebelumnya dapat diketahui dari
adanya dua blok massa udara bertekanan sangat tinggi dan di lain pihak massa
udara bertekanan rendah. Gejala udara ini dapat diketahui dari citra satellt
GMS (Geostationary Meteorological
Satellite). Demikian pula dengan
bencana alam lainnya seperti banjir, kebakaran hutan, secara tidak langsung
dapat diramalkan sebelumnya melalui perubahan gejala tertentu pada lingkungan
setempat. Perubahan gejata ini dapat diketahui dari perubahan citra satelit
dalam kurun waktu yang relatif singkat.
Dengan citra satelit, kebakaran hutan dapat diketahui secara dini,
bahkan dapat diantisipasi. Guguran daun
dari pohon-pohon pada suatu areal hutan yang luas akibat kekeringan pada musim
kemarau sangat rentan menimbulkan kebakaran yang hebat bilamana pada areal
hutan tersebut berhembus angin kencang. Kondisi tersebut dapat diketahui dari
citra Satelit. Kita, bahkan penduduk
negara tetangga kita dapat mengetahui jumlah titik api pada kebakaran hutan di
Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, dan lain-lain. Untuk bencana alam yang
ditimbulkan oleh dampak perbuatan manusia, seperti pertanian liar di daerah
terlarang, illegal logging, illegal
mining, dan lain-lain, dengan data citra satelit dapat diketahui dan
bahayanya dapat diantisipasi secara dini. Kerusakan lingkungan, khususnya hutan yang
sekarang marak terjadi dengan demikian dapat diminimalisasi, karena segera
dapat diketahui sejak dini melalui citra satelit.
5)
Bidang Survei dan Pemetaan (Surta).
Bidang Surta sudah cukup lama memanfaatkan jasa teknologi Inderaja ini.
Sejak diperkenalkannya teknologi Fotogrametri di bidang pemetaan topografi di
Indonesia pada tahun 1975, maka sejak itu teknologi terus dikembangkan oleh
lembaga pemetaan nasional, seperti Bakosurtanal, Dittopad, Dissurfotrud dan
Dishidrosal serta perusahaan pemetaan swasta skala besar seperti Mapindo, Exsa
Internasional dan lain-lain. Sebelum era metoda fotogrametri, pemetaan topografi
diselenggarakan dengan metoda terestris, yakni pengukuran langsung di lapangan
dengan alat-alat ukur terestris, seperti : Theodolite,
Waterpass, dan lain-lain. Dengan metoda fotogrametri pengumpulan data
dilakukan melalui pemotretan udara dari wahana pesawat terbang. Melalui perangkat peralatan plotter, aerotriangulasi dan rektifikasi, citra foto dapat diubah
menjadi peta garis (peta fotografi). Kehadiran teknologi fotogrametri ini telah
membawa perubahan besar di bidang pemetaan, karena dengan metoda ini pemetaan
wilayah dapat dilaksanakan lebih cepat, efektif dan efisien. Kehadiran
teknologi Inderaja melalui wahana satelit telah memungkinkan kemajuan yang
lebih tinggi lagi di bidang surta. Dari
citra satelit yang dapat menggambarkan unsur-unsur detail di permukaan bumi
merupakan sarana media cukup baik untuk survei pendahuluan (feasibility study) dalam proyek-proyek
pembangunan kewilayahan. Dalam kegiatan pemetaan, citra satelit dapat digunakan
sebagai bahan yang dapat diproses untuk pembuatan peta-peta sumber daya secara
khusus (peta-peta tematik) dan peta topografi skala kecil. Bahkan dengan
semakin majunya teknologi Inderaja melalui satelit sekarang telah dapat
menghasilkan citra yang resolusinya sangat tinggi (satu meter), seperti yang
dihasilkan satelit Ikonos-2. Data citra
satelit resolusi tinggi seperti itu dapat digunakan untuk pembaharuan peta
topografi skala besar. Dengan citra satelit resolusi tinggi, informasi spasial
daerah-daerah terpencil yang belum dipetakan dapat diketahui. Penyempurnaan teknologi inderaja satelit
untuk pemetaan topografi terus diupayakan dan diharapkan tidak lama lagi,
dengan bantuan citra satelit pembuatan peta topografi standar nasional untuk
seluruh wilayah NKRl dapat dituntaskan (1:50.000). Sekalipun diakui kehadiran
teknologi Inderaja dapat mempercepat proses pembuatan peta topografi, namun
metode pemetaan konvensional (terestris) tidak ditinggalkan, mengingat
teknologi fotogrametri dan lnderaja satelit sangat rawan terhadap
gangguan/kerusakan serta punya ketergantungan yang kuat dengan pihak luar
negeri sebagai pemilik teknologi satelit. Oleh karena itu bagi Indonesia, lembaga
pemetaan TNI khususnya, teknologi inderaja yang diaplikasikan di bidang
pemetaan bersifat “komplemen”.
6)
Bidang Lainnya.
Dengan informasi spasial secara global dari citra satelit, pemerintah
(pusat) dapat menjadikannya sebagai alat monitoring dan pengawasan penggunaan
wilayah dan SDA di setiap daerah otonom (provinsi, kabupaten/kota). Apakah
wilayah dan SDA daerah otonom dikelola dengan baik atau buruk ? Apakah pola dan
cara / teknik pengelolaan wilayah / SDA di daerah tersebut berdampak buruk
terhadap daerah otonom tetangganya ? Pertanyaan- pertanyaan tersebut diatas
dapat dijawab dari hasil analisis dan diseminasi Citra Satelit yang dapat
dilakukan secara periodik atau kapan saja diperlukan. Dengan data Citra saat
ini pemerintah juga dapat menilai apakah penentuan besaran NJOP pajak bumi dan
bangunan (PBB) di setiap daerah sudah tepat/sesuai dengan fakta yang dari waktu
ke waktu mengalami perubahan sesuai dinamika pembangunan.
d. Perkembangan
Teknologi Satelit Inderaja di Indonesia.
Indonesia berupaya mengembangkan teknologi satelit inderaja guna penguasaan
teknologi ini. Saat ini, Lapan sedang
membangun dua satelit yaitu Lapan-A2 dan Lapan-Orari. Kedua satelit yang disebut Twin-Sat atau Satelit kembar berorbit
ekuatorial, sehingga akan melewati Indonesia lebih banyak dari Lapan-Tubsat,
yaitu 14 kali per hari. Kedua satelit
akan mengemban misi untuk mitigasi bencana. Rencananya Twin
Sat akan diluncurkan pada 2011 ini dengan menggunakan roket India. Lapan-A2
akan membawa muatan AIS (Automatic
Identification System) untuk mengindentifikasi kapal laut di perairan
Indonesia dan kamera video dengan cakupan tiga kali lebih lebar dari Lapan-Tubsat[26]. Lapan-Orari akan membawa muatan voice repeater dan APRS Repeater untuk komunikasi anggota
Organisasi Amatir Radio Indonesia (Orari) saat bencana. Satelit ini juga akan membawa ADI star (Attitute Determination Instrument).
Instrumen ini akan mengeluarkan cahaya seperti bintang yang terlihat dari bumi
dengan mata telanjang. ADI star
bertujuan untuk menguji sistem pengendalian sikap satelit. Lapan-Orari juga akan membawa Imager Experiment . Hasil muatan ini
akan menyerupai data citra satelit penginderaan jauh. Imager
pada Lapan-Orari masih bersifat eksperimen[27]. Nantinya, imager
tersebut akan digunakan pada satelit Lapan berikutnya, yaitu
Lapan-IPB. Satelit Lapan-IPB adalah
satelit kerja sama Lapan dengan Institut Pertanian Bogor (IPB)[28].
e. Kemampuan SDM Indonesia
dalam Penguasaan Teknologi Satelit Inderaja. Saat ini, Indonesia sedang berupaya meningkatkan
kemampuan tenaga SDM untuk mengembangkan teknologi satelit Inderaja secara
mandiri. Upaya untuk mengatasi kendala
tersebut terus dilakukan oleh lembaga terkait.
Pengembangan dan pemanfaatan jasa dan produk teknologi Inderaja masih
terpusat di LAPAN dan secara terbatas pada beberapa lembaga pemetaan nasional
(Bakosurtanal, Dittopad, Dishidrosal, Dissurfotrud, Exsa International), BMG , departemen
tertentu (Dephan, Dephut , Deptrans, DKP). TNI, Polri dan institusi
pengamanan/keamanan masih sangat terbatas menggunakan jasa dan produk teknologi
Inderaja. Pemanfaatan citra Inderaja
beresolusi tinggi yang meliputi daerah luas dapat menyajikan data yang Iengkap
dan mutakhir merupakan sumber daya yang paling tepat untuk perencanaan dan
penataan wilayah. Kunci untuk
penguasaan teknologi ini adalah sumber daya manusia yang berkualitas melalui
pendidikan dan transfer teknologi dari para peneliti senior kepada peneliti
junior[29].
BAB V
KEMUNGKINAN PEMECAHAN MASALAH
12. Umum. Inderaja adalah suatu ilmu, teknologi,
dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena
melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung
dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Perkembangan teknologi inderaja dalam
perekaman datanya memungkinkan penyediaan data dalam bentuk digital. Hal ini merupakan
keunggulan dimana pengolahan citra secara digital saat ini sudah semakin banyak
digunakan karena waktu pemrosesan menjadi lebih cepat dan memungkinkan
pemanfaatan data yang lebih akurat dengan penyajian data yang lebih detil. Perkembangan
teknologi inderaja saat ini semakin pesat yang ditunjukkan dengan peningkatan
resolusi temporal, resolusi spektral dan juga resolusi spasial. Dengan demikian kebutuhan akan teknologi
tersebut juga semakin meluas. Pada
dasarnya teknologi inderaja
merupakan sarana yang dapat dipergunakan tidak saja bagi kepentingan umum seperti
pemetaan digital, kelautan, perikanan, kehutanan maupun bencana alam, tetapi
teknologi ini juga dapat dipergunakan untuk kepentingan militer. Namun penggunaan untuk kepentingan
militer belum dapat dilakukan mengingat ada keterbatasan baik karena faktor
internal di tubuh TNI
maupun karena keterbatasan yang dimiliki oleh teknologi itu sendiri.
Oleh karenanya perlu diuraikan kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi
berdasarkan dua hal tersebut.
13. Kemungkinan Pemecahan Masalah.
Dengan adanya fakta-fakata dimana TNI belum memanfaatkan produk satelit
inderaja, terjadinya perubahan/pergeseran referensi terrestrial dan garis
pantai, kemutakhiran teknologi satelit inderaja dan perkembangannya di
Indonesia serta kemampuan SDM Indonesia dalam penguasaan teknologi satelit
inderaja, maka tidak menutup kemungkinan dapat dimanfaatkannya produk teknologi
tersebut untuk kepentingan militer dalam rangka pengamanan wilayah negara berdasarkan
dasar pemikiran yang digunakan. Teknologi
satelit Inderaja dapat dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan dalam suatu
Operasi Militer, baik pada OMP maupun OMSP, adapun pemanfaatannya untuk
kepentingan militer adalah sebagai berikut:
a. Operasi
Militer Perang (OMP). Untuk OMP ada jenis satelit khusus yakni
satelit militer yang mempunyai sensor beresolusi tinggi (Decimetric dan Metric Resolution = Resotusi di bawah 1 m).
Peralatan tersebut dapat dipasang pada satelit maupun wahana terbang lain
(pesawat terbang, balon udara , dll.).
Perangkat tersebut mampu mendeteksi dengan tepat baik benda yang sedang
bergerak (moving target ground vehicles)
maupun benda tak bergerak (fixed target). Satelit Helion, SPOT / Pan dan KFA 1000
mempunyai resolusi 1,0 sampai 10 m.
Jenis perangkat tersebut cocok untuk mendeteksi kegiatan gerakan satuan/massa
dalam jumlah terbatas (reconnaissance of
selected area). Perangkat MSAR (Miniature Synthetic Aperture Radar) telah
memiliki serangkaian piranti yang masing-masing mempunyai kemampuan
tersendiri. Jenis MTI (Moving Target Indication) khusus untuk
mendeteksi obyek yang bergerak. FTl (Fixed Target Imaging), dirancang untuk
sasaran tak bergerak dan ISAR (Inverse
Synthetic Aperture Radar) untuk mendeteksi lokasi atau area termasuk
kelompok armada kapal. Satelit inderaja pada OMP dapat dimanfaatkan untuk
kegunaan :
1) Proses Pembuatan Analisa Daerah Operasi
(ADO), terutama untuk mengidentifikasi 5 aspek militer dari medan, Dropping Zone, tempat pendaratan, daya
dukung tanah, keadaan land cover,
sumber air, kondisi cuaca.
2) Dalam mengolah Informasi/lntelijen
antara lain dapat membantu mencari dan menentukan :
a) Disposisi
dan dislokasi pasukan musuh
b) Dislokasi
logistik militer musuh
c) Tempat
pengintaian atau peninjauan
d) Mendeteksi
samaran
e) Menentukan jalan-jalan pendekat,
perlindungan, medan kritis dan rintangan.
3) Dapat membantu pembuatan Laporan
Geografi Militer (LGM) atau Laporan Medan (LM) dan memperbaharui data informasi
LGM/LM yang usang
4) Dapat membantu menganalisis dan
meramalkan kondisi cuaca (suhu, awan, tekanan udara, angin, kelembaban udara,
cahaya dan kabut)
5) Sebagai sarana untuk memantau kondisi
wilayah/medan tempur.
b Operasi
Militer Selain Perang (OMSP). Dalam
kegiatan OMSP, satelit inderaja dapat dimanfaatkan untuk :
1) Keperluan SAR di darat dan di
laut. Citra Satelit beresolusi tinggi
dapat menjadi alat bantu pencarian lokasi bencana/kecelakaan yang menghendaki
pertolongan segera.
2) Membantu pembuatan peta militer skala
besar untuk daerah yang belum ada petanya atau untuk pembaharuan peta yang
datanya sudah lama.
3) Mendukung kegiatan yang bersifat
pembangunan fisik materil seperti TMMD, Operasi Bakti dan Linmas.
Kegiatan-kegiatan tersebut diatas
memerlukan data dasar wilayah berupa Informasi geografi/SDA yang mutakhir
sehingga dalam pelaksanaannya diperoleh hasil guna dan daya guna yang optimal
sesuai dengan kebutuhan sekarang dan dapat mengantisipasi masa yang akan
datang.
14. Faktor Internal TNI. Upaya-upaya kemungkinan pemecahan masalah yang dapat
dilakukan berkaitan dengan permasalahan pada faktor internal TNI dapat diuraikan meliputi beberapa
aspek, yaitu :
a.
Personel.
Dalam menyiapkan sumber daya manusia
yang berkualitas dan mempunyai bekal pengetahuan
untuk dapat mengoperasikan, mengolah data atau informasi yang diterima maupun
melaksanakan pemeliharaan, perlu diupayakan pelatihan-pelatihan yang terpadu,
bertingkat, berlanjut dan berkesinambungan bagi personel TNI melalui beberapa
kegiatan yaitu :
1)
Mabes TNI melalui Spers TNI berkoordinasi dengan Dinas
Personel dan Dinas Pendidikan masing-masing angkatan untuk menyiapkan personel
yang nantinya akan mengawaki operasional teknologi satelit Inderaja tersebut.
2)
Mabes TNI melalui Sren TNI menyusun dan mendukung
kebutuhan anggaran yang diperuntukkan guna melaksanakan pendidikan operator
teknologi satelit Inderaja.
b.
Sarana
Prasarana. Guna pemanfaatan
teknologi satelit Inderaja, maka perlu disiapkan sarana dan prasarana pendukung
yang dapat digunakan untuk mengoperasikan, mengolah data atau informasi yang
diterima, dengan cara :
1)
Mabes TNI melalui Slog TNI menyiapkan sarana yang
digunakan bagi keperluan pengoperasian teknologi satelit Inderaja baik berupa
fasilitas bangunan, piranti keras seperti komputer maupun software pendukungnya, dan prasarana lain yang dibutuhkan baik
melalui pengadaan baru maupun dengan pemanfaatan sarana yang sudah tersedia saat
ini.
2)
Mabes TNI melalui Sren TNI menyusun dan menyiapkan
dukungan anggaran guna keperluan pengadaan sarana prasarana yang dibutuhkan.
c.
Organisasi. Guna kelancaran tugas untuk mengoperasikan
atau pemanfaatan teknologi satelit Inderaja perlu dibentuk satu organisasi yang
bertanggung jawab untuk menangani hal tersebut dengan upaya-upaya sebagai
berikut :
1)
Mabes TNI melalui Sren TNI melakukan validasi organisasi
dengan membentuk suatu organisasi baru yang bertanggung jawab untuk menangani
pengoperasian dan pemanfaatan teknologi
satelit Inderaja.
2)
Mabes TNI melalui Sren TNI dan Spers TNI melakukan
pembahasan mengenai pengesahan organisasi baru yang nantinya akan bertanggung
jawab atas pengoperasian satelit Inderaja.
d.
Kepentingan
Militer.
Penggunaan teknologi untuk kepentingan militer terutama teknologi ruang
angkasa seperti satelit Inderaja ini , dapat menimbulkan pertentangan atau
penolakan dari negara lainnya, yang pada akhirnya dapat dianggap suatu ancaman.
Tidak menutup kemungkinan pemanfaatan
teknologi satelit inderaja dapat menghadapi masalah akibat penolakan tersebut,
untuk itu diperlukan upaya-upaya sebagai berikut :
1)
Pemerintah melalui Kementrian Luar Negeri, Kementrian Riset dan teknologi, Kementrian
Pertahanan dan Keamanan dan Panglima TNI dapat melakukan diplomasi dengan
negara-negara tetangga dan negara yang menguasai teknologi roket (MTCR) untuk dapat menjelaskan perlunya
satelit inderaja ini bagi kepentingan militer dihadapkan dengan kondisi
geografi dan besarnya ancaman militer maupun nir militer dalam negeri seperti
penyelundupan, terorisme dan bencana
alam sehingga timbul pengertian dan kesepahaman negara-negara tersebut.
2)
Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri membuat suatu
perjanjian nota kesepahaman (MOU)
dengan beberapa negara tetangga dalam hal pengoperasian dan pemaanfaatan
teknologi satelit Inderaja.
e.
Teknologi
Satelit. Hasil pencitraan
satelit Inderaja yang dimiliki Lapan masih belum optimal, terutama pada sensor
optik untuk pengambilan citra dengan resolusi temporal yang
tinggi. Hasil pencitraanpun belum menghasilkan data citra yang beresolusi spasial tinggi, oleh
karenanya perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut :
1)
Lapan dapat memodifikasi sensor kamera yang digunakan
pada Lapan Tubsat yang menghasilkan citra
yang beresolusi spasial
tinggi.
2)
Mabes TNI dapat berkoordinasi dengan Lapan perlunya
memodifikasi sensor kamera, apabila satelit tersebut akan digunakan atau
dimanfaatkan untuk tujuan militer.
f.
Kerahasiaan.
Untuk mengamankan informasi yang diperoleh dari satelit Inderaja,
diperlukan sistem yang dapat mengubah informasi tersebut kedalam bentuk rahasia
(enkripsi) . Mengacu hal ini , untuk penggunaan dengan tujuan militer , dapat
dilakukan upaya-upaya sebagai berikut :
1)
Pemerintah melalui Lapan
bekerja sama dengan BAIS TNI untuk mengkaji sistem yang diperlukan untuk
keperluan enkripsi.
2) Mabes TNI menyiapkan sarana berupa peralatan enkripsi
guna pengamanan data hasil pencitraan.
g.
Penelitian
dan Pengembangan. Keterbatasan yang ada terutama
faktor ketergantungan pada produk impor guna pemenuhan kebutuhan peralatan
militer maupun komponen pendukung satelit Inderaja, hal ini perlu mendapatkan
perhatian dan prioritas. Untuk mengatasi
permasalahan ini, maka dapat dilakukan berbagai upaya, yaitu :
1)
Mabes TNI dapat mendorong Dinas Litbang masing-masing
Angkatan untuk mengadakan penelitian dan pengembangan teknologi satelit
Inderaja, dengan tujuan untuk lebih memaksimalkan pemanfaatan teknologi
tersebut.
2)
Mabes Angkatan melalui Dislitbangnya masing-masing
berupaya untuk melakukan penelitian dan pengembangan bekerja sama dengan
perguruan tinggi-perguruan
tinggi atau industri-industri strategis yang berkompeten dalam hal teknologi
satelit Inderaja dengan metode forward
atau reserved enginering.
h. Anggaran. Mengingat keterbatasan alokasi anggaran bagi TNI,
sementara itu keberadaan teknologi ini sangat dibutuhkan guna kepentingan Kodal
dalam latihan maupun operasi militer, maka diperlukan alokasi anggaran khusus
guna pengadaannya, hal ini dapat dilakukan dengan merencanakan alokasi anggaran dalam
mendukung pemanfaatan satelit inderaja ini secara bertahap.
15. Faktor Eksternal. Teknologi satelit Inderaja merupakan
teknologi yang relatif mahal dalam hal perakitan sampai dengan peluncurannya.
Mengingat keunggulan yang dimiliki teknologi tersebut guna kepentingan
operasi militer yang akan dilaksanakan TNI dalam rangka menjaga dan
mempertahankan NKRI, maka keberadaan teknologi tersebut perlu
dipertimbangkan. Oleh karenanya, perlu
perancanaan alokasi anggaran pemerintah bagi industri strategis nasional
seperti LAPAN untuk melakukan riset/penelitian dan pengembangan terhadap
teknologi satelit inderaja. Upaya-upaya
kemungkinan pemecahan masalah yang dapat dilakukan berkaitan dengan
permasalahan pada faktor eksternal TNI dapat diuraikan meliputi
beberapa aspek, yaitu :
a.
Ketergantungan
Produk Impor. Saat ini Indonesia masih sangat
tergantung pada produk impor, terutama guna memenuhi kebutuhan peralatan dan
komponen militer. Hal ini pada akhirnya menurunkan tingkat kesiapan alutsista
yang dimiliki TNI. Untuk mengatasi permasalahan yang ada, maka dapat
diupayakan dengan cara :
1)
Pemerintah melalui Kementrian Riset dan Teknologi bekerja
sama dengan Panglima TNI , BPPT , Lapan
dan Industri strategis lainnya untuk mengkaji kemungkinan pemanfaatan kemampuan
teknologi dalam negeri dalam hal pemenuhan kebutuhan militer terutama terutama
satelit Inderaja.
2)
Pemerintah melalui Kementrian Riset dan Teknologi dan
Kementrian Pendidikan Nasional dapat mendorong perguruan tinggi untuk dapat
menghasilkan inovasi-inovasi baru terutama pada teknologi satelit inderaja guna kepentingan
pertahanan dan keamanan.
b.
Kompleksitas
Pembuatan Sarana Peluncuran. Salah satu
sarana yang sangat signifikan dalam kelancaran operasional satelit adalah
sarana roket peluncur satelit. Saat ini Indonesia masih menghadapi kendala didalam
perakitan roket peluncur, hal ini dapat diatasi dengan upaya-upaya :
1)
Pemerintah melalui Kementrian Riset dan teknologi dan
Kementrian Keuangan untuk memprioritaskan Lapan dalam mengembangkan teknologi
roket peluncur.
2)
Mabes TNI bekerja sama dengan Lapan untuk mendukung kerjasama dalam hal pemanfaatan
teknologi satelit Inderaja terutama dalam hal teknologi peluncuran roket.
c.
Piranti
Lunak. Guna
kelancaran pelaksanaan tugas operasional pemanfaatan teknologi satelit Inderaja
maka diperlukan suatu kebijakan dan prosedur yang nantinya akan digunakan
sebagai pedoman dalam pemanfaatan satelit Inderaja untuk tujuan operasi
militer. Hal ini dapat diupayakan dengan
cara Mabes TNI melalui Sops TNI dan Spam TNI untuk berkoordinasi dengan Sops dan Spam
masing-masing Angkatan membahas dan menyusun kebijakan dan prosedur yang
diperlukan dalam pemanfaatan satelit Inderaja. Prosedur dan kebijakan ini
nantinya dapat menjadi pedoman yang
mengatur tata cara pemanfaatan dan penggunaan data dan informasi guna
kepentingan operasi dan latihan masing-masing Angkatan.
BAB VI
PENUTUP
16. Kesimpulan. Dari
hasil kajian pemanfaatan teknologi satelit inderaja didapatkan
kesimpulan sebagai berikut :
a.
TNI
dalam menjalankan tugas pokoknya melakukan operasi militer perang (OMP) dan
operasi militer selain perang (OMSP).
Luasnya wilayah tanah air dan panjangnya garis perbatasan negara dan
pencurian SDA oleh pihak asing sangat membutuhkan informasi yang aktual yang terus
menerus (real time), jasa dan produk
teknologi Inderaja satelit dapat menjawab kebutuhan tersebut. Dengan memanfaatkan kemampuan satelit
inderaja maka Operasi Militer TNI dapat dilaksanakan dengan lebih optimal.
b. Teknologi inderaja di bidang militer dapat
dimanfaatkan guna mengumpulkan data-data atau informasi yang diperlukan dalam
pelaksanaan Operasi Militer, baik OMP maupun OMSP sehingga dapat lebih optimal
dalam rangka melaksanakan tugas pokok TNI
17. Saran. Berdasarkan kajian pemanfaatan satelit
inderaja untuk kepentingan militer maka disarankan sebagai berikut :
a. Pemerintah melakukan pendekatan diplomasi dengan
negara-negara yang mempunyai kemampuan untuk peluncuran satelit.
b. Mabes TNI dengan supervisi Kementrian Pertahanan (Kemenhan) melakukan
koordinasi dan kerjasama dengan LAPAN dalam rangka kerjasama penelitian dan
pengembangan satelit inderaja khusus untuk kepentingan militer sesuai kebutuhan
TNI.
c. Mabes TNI berkoordinasi dengan Mabes tiap-tiap angkatan
untuk menyiapkan sarana prasarana dalam rangka pemanfaatan teknologi satelit
inderaja.
18. Penutup. Demikian
naskah pengkajian ini dibuat, semoga dapat menjadi bahan masukan pimpinan untuk
menentukan kebijakan dalam pemanfaatan teknologi satelit inderaja untuk
mendukung operasi militer dalam rangka menegakkan
kedaulatan NKRI
Penulis
Joko Nugroho, S.T.
Mayor Lek NRP 523387
|
||
DAFTAR PUSTAKA
[2] Departemen Pertahanan RI, 2003. Mempertahankan Tanah Air Abad 21,
Jakarta, hal 19.
[4] Zikmund, W.A., and Babin, B.J., 2007, Essentials of Marketing Research, 3rd
edition, South-Western, Thomson, Ohio.
[5] Cooper, D.R. and Emory, W.C. (eds), 1995, Business
Research Methods, 5th edition, Richard D. Irwin, Inc., Illinois,
USA.
[6] Zikmund, W.A., 2003, Business Research Methods, 7th edition, South-Western,
Thomson, Ohio.
[7] ibid
[8] http://id.wikipedia.org/wiki/Satelit.
Diakses tanggal 3 maret 2011.
[9] http://www.kamusilmiah.com/tag/penginderaan-jauh/.
Diakses tanggal 3 maret 2011.
[10] Seskoau. Lampiran Naskah Sekolah Operasi TNI.
[11] ibid
[12] Seskoau. Lampiran Naskah Sekolah Operasi TNI.
[15] Priyatna Abdurrasyid,
1988, “Hukum Antariksa Nasional Penempatan Urgeninya”, Jakarta : halaman 15.
[16] Priyatna Abdurrasyid,
1988, “Hukum Antariksa Nasional Penempatan Urgeninya”, Jakarta, halaman 78.
[18] http://saripedia.wordpress.com/2010/10/30/page/2/
[19] http://wikantika.wordpress.com/2008/01/08/pemantauan-pengaruh-dinamika-pantai-terhadap-garis-pangkal-dalam-penetapan-batas-wilayah/
[23] http://inderaja.blogspot.com/2007/11/keunggulan-penginderaan-jauh.html
[25] Kol
CTP Umar S. tarmansyah, Urgensi
teknologi penginderaan jauh satelit untuk pertahanan keamanan dan pembangunan
nasional, Buletin Litbang Pertahanan Nasional, no. 19
,Jakarta, 2007
[26] http://www.itatscommunity.com/news/satelit_lapan_a2_dan_lapan_orari_siap_orbit_tahun_ini_2011/2011-01-16-16
[27]
http://www.orari.or.id/read.php?id=256
[29] http://www.itatscommunity.com/news/satelit_lapan_a2_dan_lapan_orari_siap_orbit_tahun_ini_2011/2011-01-16-16
boleh tak jadikan referensi kah?? nama lengkap and jabatan dunks?
BalasHapusKarya tulis ilmiah ini sudah dipublikasikan di media ilmiah tertentu ? boleh minta link nya ?
BalasHapus